Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Paradoks Kebencian

Sebuah sajak Paradoks Kebencian Oleh: Hizba M.A “ Untuk menjajah pikiran, kuasailah wacana” –Foucault Nikmat itu sudah tertutup oleh tagar Cuitan dangkal dari lubang nafsu yang paling dalam Tak lagi berisikan pikiran Hanya bisikan kebencian Nikmat apa itu? Kiraku, kau pun tak tahu itu apa. Angka, sejarah, dan budaya Menjadi alat sebagai dalih pembenaran. Pembenaran syahwat akan kebencian. Karena kau masih belum paham, Akan ku jelaskan agar kau tak jauh tenggelam. Nikmat itu adalah pikiran. Berpikir sebelum bertindak. Berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum bercuit. Sehingga apa yang keluar dari dirimu Adalah hasil pikiran dan perasaan. Bukan kebencian. Aku tak melarangmu berbicara. Aku tak melarangmu berpendapat. Bahkan aku suka dengan itu. Karena aku pun seperti itu. Aku tak membencimu karena memiliki nafsu. Karena itu pemberian Tuhan. Dan itu juga yang mampu membuatmu lebih baik dari malaikat. Aku sama s

Kontekstualis yang Lupa Teks

Kontekstualis yang Lupa Teks Oleh: Hizba M.A Modernitas dan perkembangan zaman merupakan akar permasalahan dari tulisan ini. Namun, modernitas dan perkembangan zaman tidak bis a kita salahkan dan permasalahkan. Bagaikan angin laut yang tidak untuk dilawan akan tetapi untuk dimanfaaatkan ketika berlayar. Kemajuan zaman menuntut kita untuk berpikir lebih dalam, bekerja lebih keras, dan bertindak lebih bijak untuk menjaga keberlangsungan hidup umat manusia dan segala kebutuhannya dan di antara dari kebutuhan manusia ialah agama karena disitulah terdapat nilai-nilai yang tidak ditemukan dalam ilmu-ilmu yang lain yaitu etika, estetika, adab, dll yang mana dengan inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Keberagamaan pada saat ini sedang me mbutuhkan kita untuk mengkontekstualkan ajaran agama pada kehidupan sehari-hari karena tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan zaman membawa perbedaan budaya pada zaman dulu dan masa kini. S ayangnya , akhir-akhir ini kita melihat bahwa

Hilangnya Esensi

Hilangnya Esensi Oleh: Hizba M.A             “Tri Kompetensi Dasar merupakan tiga kompetensi fundamental yang wajib dimiliki oleh setiap kader yang meliputi dimensi religiusitas, intelektualitas, dan human itas.” Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa opini yang berlandaskan dari realita yang terjadi dalam IMM FAI. Kita semua mengetahui bahwa sesungguhnya TriKoDa merupakan bekal seorang kader IMM sehingga cita-cita, visi, misi, dan tujuan dari IMM dan Muhammadiyah pada umumnya mampu tercapai dengan kontribusi para kadernya yang bergerak di dalam IMM. Sayangnya, hal ini tak mampu terwujudkan karena fondasi awal setiap anggota belum terbentuk dan bahkan mereka enggan untuk membentuk. Padahal tiga hal ini bukanlah tugas melainkan kebutuhan setiap anggota kader agar pergerakan yang dilahirkan memiliki esensi bukan hanya sekedar menampakkan eksistensi pada kampus bahwa IMM FAI masih ada. Jika kita memandang religiusitas kader saat ini bahwa religiusitas kad