Hilangnya Esensi


Hilangnya Esensi
Oleh: Hizba M.A

            “Tri Kompetensi Dasar merupakan tiga kompetensi fundamental yang wajib dimiliki oleh setiap kader yang meliputi dimensi religiusitas, intelektualitas, dan humanitas.”

Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa opini yang berlandaskan dari realita yang terjadi dalam IMM FAI.

Kita semua mengetahui bahwa sesungguhnya TriKoDa merupakan bekal seorang kader IMM sehingga cita-cita, visi, misi, dan tujuan dari IMM dan Muhammadiyah pada umumnya mampu tercapai dengan kontribusi para kadernya yang bergerak di dalam IMM. Sayangnya, hal ini tak mampu terwujudkan karena fondasi awal setiap anggota belum terbentuk dan bahkan mereka enggan untuk membentuk. Padahal tiga hal ini bukanlah tugas melainkan kebutuhan setiap anggota kader agar pergerakan yang dilahirkan memiliki esensi bukan hanya sekedar menampakkan eksistensi pada kampus bahwa IMM FAI masih ada.

Jika kita memandang religiusitas kader saat ini bahwa religiusitas kader telah rapuh. Namun sebelum melanjutkan hal ini lebih dalam, ada baiknya jika kita kaji secara umum mengenai apa itu religiusitas. Religiusitas adalah budaya keagamaan. Jadi bagaimana agama islam itu mampu menjadi budaya, landasan, dan cara berpikir. Namun sekarang kita telah melihat sejauhmana agama telah menjadi budaya bagi setiap kadernya. Sholat yang terkadang masih kadang-kadang, narasi-narasi dan sikap skeptisisme terhadap keberadaan Tuhan “sok-sok kiri” seakan-akan semakin skeptis seseorang terhadap Tuhan semakin cerdas ia, dan tidak jarang kita mendapati masih ada kader yang “lupa” mengaji. Sungguh ironi.

            Intelektualitas, tidak hanya meliputi literasi, dan literasi tidak hanya orang yang selalu berkutat pada baku-buku yang tebal. Inilah yang saat ini menjadi kesalahan kita dalam menginterpretasi makna dari intelektual sehingga intelektual hanya dipandang sebagai “hobi” atau keahlian beberapa orang dan ada akhirnya lahirlah narasi bahwa “intelektual bukan gayaku”, “ bukan hobiku”, dan bukan-bukan yang lain. Pada hakikatnya ini bukanlah keahlian seseorang, ataupun tanggung jawab satu bidang melainkan kebutuhan setiap orang dalam ber-IMM. Intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya dalam bekerja, nelajar, menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Maka dengan intelektualitas, kita sebagaia kader mampu untuk bertindak dengan baik dan benar karena apa yang dilakukan berdasar dengan ilmu, berdasar dengan pikiran sehingga pergerakan memiliki esensi tidak hanya sekedar eksistensi belaka. Bahkan dalam KBBI tertulis bahwa intelektual berarti berakal, akal adalah pembeda antara manusia dengan hewan maka inilah kebutuhan kita untuk mewujudkan eksistensi manusia sebagai hewan yang berakal. Untuk mewujudkan kader yang intelek, perlu bagi kita untuk memperbanyak referensi baik berupa bacaan maupun informasi yang mampu menjadi landasan dalam bertindak sehingga tindakan dan aksi bukan eksperimen “trial and error” melainkan aktualisasi berdasar referensi.

            Dan yang terakhir ialah humanitas. Humanitas hanya mampu tercapai jika kedua kompetensi sebelumnya telah mumpuni karena disaat kita memiliki kemampuan intelektual dan budaya yang religious maka akan sendirinya diri masing-masing memiliki jiwa yang humanis, tidak mungkin seorang yang humanis tak mengerti apa arti humanitas, dan tidak mungkin seorang mampu bekerja tanpa pamrih atau ikhlas jika tidak sisi religiusitas membudaya pada dirinya.

            Inilah realita yang tengah terjadi saat ini sehingga pada akhirnya setiap pergerakan hanya berorientasi untuk eksistensi dengan melupakan esensi dari pergerakan itu sementara yang dibutuhkan ialah esensi dari melakukan ini dan itu bukan hanya untuk menambah pengalaman, ngeramein kampus, apalagi biar gak gabut. Sekarang juga kita sedang dihadapkan dengan pemilu dan kemaren kelembagaan fakultas dan tetap terus berpikir bagaimana kita bisa terus ada dengan menyebar para kader yang kualitas kemana-mana hanya untuk menunjukkan eksistensi.

            Pada dasarnya jawaban untuk pertanyaan “apakah IMM FAI masih ada?” hanya mampu terjawab dengan “IMM FAI punya apa?”

Mari tingkatkan diri, Hidupkan nilai-nilai ke-IMM-an dalam diri setiap kader dengan itu pasti eksistensi tetap terus berlanjut dengan esensi yang selalu menjadi dasar dari pergerakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips-Tips Membaca Buku ala Saung Hizba

Menutup 2020; Ekspektasi, Resolusi, dan Involusi

Saung ini Akan Ditutup