Paradoks Kebencian


Sebuah sajak
Paradoks Kebencian
Oleh: Hizba M.A

Untuk menjajah pikiran, kuasailah wacana” –Foucault

Nikmat itu sudah tertutup oleh tagar
Cuitan dangkal dari lubang nafsu yang paling dalam
Tak lagi berisikan pikiran
Hanya bisikan kebencian

Nikmat apa itu?
Kiraku, kau pun tak tahu itu apa.
Angka, sejarah, dan budaya
Menjadi alat sebagai dalih pembenaran.
Pembenaran syahwat akan kebencian.

Karena kau masih belum paham,
Akan ku jelaskan agar kau tak jauh tenggelam.

Nikmat itu adalah pikiran.
Berpikir sebelum bertindak.
Berpikir sebelum berucap.
Berpikir sebelum bercuit.

Sehingga apa yang keluar dari dirimu
Adalah hasil pikiran dan perasaan.
Bukan kebencian.

Aku tak melarangmu berbicara.
Aku tak melarangmu berpendapat.
Bahkan aku suka dengan itu.
Karena aku pun seperti itu.

Aku tak membencimu karena memiliki nafsu.
Karena itu pemberian Tuhan.
Dan itu juga yang mampu membuatmu lebih baik dari malaikat.

Aku sama sekali tidak membencimu.
Yang kubenci hanyalah kebohanmu.
Dan Tuhan pun membenci itu.
Yang kubenci hanyalah penindasan,
Ketertindasan diri akan akan kebodohan

Yang kubenci hanya kamu yang suka mencerca
namun enggan membaca.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips-Tips Membaca Buku ala Saung Hizba

Menutup 2020; Ekspektasi, Resolusi, dan Involusi

Saung ini Akan Ditutup