Filososfi Al-Alaq 1-5: Seruan pada Gerakan Literasi


Filosofi Al-‘Alaq 1-5: Seruan pada Gerakan Literasi
Oleh:   Hizba M.A
            Tulisan ini terinspirasi dari materi Tafsir Qur’an-Hadits Pendidikan beberapa hari yang lalu pada prodi Pendidikan Agama Islam yang diampu oleh Pak Fajar Rachmadhani. Bahkan hampir dari semua isi dalam tulisan ini merupakan apa yang disampaikan beliau pada hari itu. Dan saya hanya menuliskan serta sedikit menambahkannya secara terstruktur agar lebih mudah untuk dipahami.
            Tujuan dari tulisan ini tidak lebih dari sekedar berbagi terkait apa yang saya dapatkan di kelas dan saya kira penting untuk teman-teman ketahui dan amalkan. Seperti yang kita semua ketahui bahwa Al-‘Alaq ayat 1-5 adalah ayat pertama yang diturunkan Alloh kepada Rasul-Nya dan inilah permulaan dari perjalanan Rasulullah dalam mengemban tugas profetiknya di bumi ini. Hanya sebatas itu yang kita ketahui, mungkin sebagian guru telah menggunakan makna dari kalimat pertama yaitu iqra’ untuk memerintahkan atau mengajak murid-muridnya agar lebih bersemangat untuk membaca. Lebih dari itu, pada dasarnya semua ayat yang diturunkan pada saat itu dari ayat 1 sampai 5 merupakan seruan pada gerakan literasi. Lalu bagaimana bisa ayat itu menjadi seruan gerakan literasi? Inilah yang akan saya ulas pada tulisan kali ini.
            Sebagaimana yang diketahui bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia dan surah Al-‘Alaq 1-5 merupakan ayat pertama diturunkan. Al-Qur’an sebagai wahyu yang abadi menembus rintangan ruang dan waktu, konsep yang terdapat dalam Qur’an pun nampak selalu relevan ditengah dinamika perkembangan umat manusia. Begitupun dalam penyadaran manusia akan realita dan bagaimana kita menyikapi hal itu dengan bijak sehingga mampu memenuhi tugas sebagai khalifah di bumi. Dan proses penyadaran ini membutuhkan pembacaan akan realita, lalu menyampaikannya pada manusia dengan ucapan maupun tulisan. Kemampuan inilah yang dinamakan kemampuan literasi. Literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis yang melahirkan sebuah pemahaman jika kita membahasnya secara terminologis dan produk dari literasi ialah literatur atau bisa disebut tulisan/bacaan. Tak hanya itu literasi tidak sebatas membaca kata dan kalimat melainka realita sosial, dinamika politik, dan dinamika kehidupan lainnnya
Dan ayat Qur’an yang pertama kali diturunkan adalah iqra’ yang berarti bacalah! Tetapi tidak berhenti disitu, dilanjutkan dengan bismi rabbika lladzi khalaq yang artinya dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dari ayat ini kita mampu mengambil sebuah interpretasi pada konteks literasi yakni perintah pertama ialah membaca. Tidak hanya membaca huruf dan kata bahkan kalimat, melainkan membaca serta memahami; realita sosial, budaya, dan keagamaan. Selain itu membaca memberi makna bahwa ilmu atau pengetahuan pada dasarnya didapatkan melalui pembacaan bukan hanya diterima langsung dari tuhan tanpa ada usaha layaknya ilham meskipun ada yang seperti itu melalui ridha Alloh. Kata ini juga mengisaratkan pada kita untuk membaca melalui proses belajar dan kegiatan eksperimental. Namun di akhir ayat ini Alloh mensyaratkan pembacaan itu dengan “menyebut nama-Nya” dalam artian segala pembacaan, penelitian dan pengetahuan yang didapatkan untuk meningkatkan iman dan menambah ketakwaan pada-Nya karena pada dasarnya semua itu adalah ciptaan dan tanda akan kebesaran-Nya. Adapun ayat ini juga berupa bantahan terhadap pemahaman deistik, yang menganggap bahwa jalannya dunia ini tanpa intervensi Alloh.
Selanjutnya ada ayat ketiga yang berbunyi iqra’ wa rabbuka-l-akram dalam bahasa indonesia bacalah dan Tuhanmu-lah (Alloh) yang Maha mulia. Ini merupakan penekanan sekaligus penegasan bahwa sekalipun kau mampu membaca(pintar), yang Maha mulia hanyalah Alloh. Jika kita melihat bagaimana perkembangan ilmu dan para intelektual sekarang, tak jarang kita mendapati dari mereka yang menuhankan akalnya dan menganggap bahwa tuhan itu tidak ada, bahkan Stephen Hawking pernah mengatakan di suatu forum bahwa tidak ada ruang bagi tuhan. Sebagaimana yang disebutkan di awal bahwa semua yang kita lihat di dunia ini adalah wujud dari Maha Besar Alloh dan itu nyata. Terbentuknya dunia ini pun tidak berawal dari kebetulan.
Ada pepatah mengatakan “ilmu itu bagaikan hewan buruan, dan tulisan adalah pengikatnya”. Lupa adalah hal yang mungkin tak terlepas dari manusia, oleh karena itu ilmu diibaratkan hewan buruan yang didapatkan dari sebuah pencarian dan diikat dengan pena agar tak terlepas kabur oleh lupa. Pada ayat selanjutnya alladzii ‘allama bi-l-qalam yang artinya yang mengajar dengan pena,mengajar bisa kita maknai sebagai proses membangun sebuah peradaban dengan mewariskan hal-hal baik untuk generasi selanjutnya. Dan al-qolam yang berarti pena merupakan alat untuk mengajar atau mentransmisi ilmu dengan mendokumentasikannya untuk disampaikan lintas lokasi dan generasi sehingga membaca dan menulis menjadi siklus dalam dunia keilmuan khususnya literasi. Ide adalah hal abstrak karena masih berada dalam benak dan tak mungkin menjadi kongkrit tanpa direalisasikan salah satunya dengan tulisan. Dalam keilmuan, tanpa bacaan kita tak mampu menulis dan kita tak mampu membaca tanpa adanya tulisan.
Ayat yang terakhir yakni ‘allama-l-insaana maa lam ya’lam artinya yang mengajarkan pada manusia yang belum mengetahuinya. Hal yang terlintas dalam benak saya ketika melihat ayat ini adalah bahwa gerakan literasi tidak berhenti hanya pada membaca dan menulis akan tetapi mengajarkannya pada yang belum mengetahui yakni dengan membuat forum-forum diskusi. Tujuan diskusi bukan untuk dibaca atau ditulis tetapi sebagai wadah bertukar pikiran atas apa yang telah dibaca dan dituliskan. Di sisi lain diskusi adalah pemantik kesadaran bagi yang belum mengetahui suatu perkara untuk dibaca lebih dalam dan ditulis lebih rinci sehingga diskusi di perlukan dalam gerakan literasi sehingga menjadi siklus dalam sebuah gerakan literasi.
Sebagai penutup kesimpulan pada pembahasan kali ini adalah dalam meningkatkan kemapuan literasi kita membutuhkan membaca, menulis, dan diskusi serta membuat tiga hal ini menjadi siklus sehingga keilmuan akan mengalir terus menerus dan kemampuan literasi pun meningkat. Membaca tidak hanya sebatas membaca kata, menulis tidak juga sebatas menulis melainkan berisikan sebuah kebaikan yang ingin ditransmisikan, dan diskusi merupakan pemantik kuriositas agar ingin membaca dan menulis. Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamiin merupakan rahmat bagi manusia yang ditinggikan dari makhluk lainnya dengaan diberi nikmat yaitu akal dan literasi merupakan rahmat bagi akal karena dengan itu akal mampu berkembang. Di samping itu ini juga menunjukkan bahwa islam juga tidak mengesampingkan gerakan intelektual dan hanya berisikan dengan ajaran-ajaran dogmatis. Adapun jika kita mendapati kekeliruan dalam islam maka hal itu bukanlah kesalahan dalam agama tapi karena kita yang belum memperdalam ajaran islam secara kaffah. Tak jarang kita mendapati di akhir ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berpikir dan dalam ayat ini pun kita mendapati ayat itu “bacalah!”.
           

            @KopJa-Kopi Jahat
            05.10.19

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips-Tips Membaca Buku ala Saung Hizba

Saung ini Akan Ditutup

Kontekstualis yang Lupa Teks