Catatanku; Demonstrasi Malioboro

Demonstrasi, selama dua tahun terakhir sudah seperti rentetan agenda orientasi studi pengenalan kampus. Runtuhnya keadilan dan kedaulatan rakyat yg disebabkan ulah para pemerintah,memantik kepekaan mahasiswa untuk mengambil peran kendati termangu dalam harapan palsu yang terucap dari lisan para pemangku kekuasaan. Tak perlu kita sangsikan lagi, karena semua sudah menjadi saksi dari berbagai pegelaran tragedi akhir-akhir ini.

Amarah yang sejak lama terpendam sepanjang tahun tak mampu dibendung. Rentetan permasalahan dari penangan, pengawasan, sampai pengesahani kebijakan-kebijakan sudah selayaknya mendapat balsan yang setimpal. Simpang siur kabar berita, banyak yang mengatakn hoax adapula yang tak ingin percaya. Hanya berujung pada pembangkangan.

Dis-orientasi para penguasa berujung pada hilangnya kepercayaan rakyat. Benar atau tidak, provokasi atau tidak sudah bukan lagi menjadi topik yang perlu didebat. Sejatinya, ketika pembangkangan menjadi pilhan, maka sebab dari hal itu tak lain adalah kesewenang-wenangan. Mengapa amarah itu meledak? Jawaban paling kongkrit adalah suara rakyat disumbat.

Catatan ini kubuat untuk mengabadikan sejarah, di daerah Istimewa yang bersejarah. Agar di masa mendatang, kita mampu mengingat Kembali dan dalam beberapa waktu kedepan kita mampu merumuskan bagaimana agar api perjuangan tidak padam hanya dalam semalam,

Hari ini, di berbagai penghujung jalan kita mendapati ratusan pasang mata yang siap menerkam, rasa kesal yang membumbung, belum lagi jika kita tahu apa yg sebenarnya dipikirannya. Tugu jogja sudah tak lagi ramai dengan mereka yang ingin rekreasi. Berbeda dari yang biasanya, wajah berseri terlukiskan senyuman itu tak lagi Nampak disepanjang jalan tugu sampai malioboro, di wajah-wajah itu kini terlukis deraian air mata bukan karena tangis, olesan warna putih bukan sebagai property parade gerak jalan agustusan. Tak lagi kudapati wisatawan hilir-mudik mencari kesenangan, tapi yang kulihat para demonstran mencari keamanan dan tetap pada perlawanan.

Tak hanya dijalan, perselisihan pun tetap terjadi sampai di social media. Ada yang membabi-buta mencaci dan menyumpah, ada pula yang mencoba membela baik dari substansi atau hanya sekedar sensasi. Di sisi lain, hal ini secara tidak langsung membuat mereka ‘massa cair’ linglung seakan mulai kehilangan arah. Begitupun aku. Kemana arah yang dituju untuk menemukan kebenaran?

Mereka berkata bahwa ini perjuangan atas nama rakyat. Yang kupikirkan, para aktivis dan politikus selalu memiliki “atas nama” yang sama. Rakyat. Namun keduanya kulihat sama-sama merugikan, setelah disahkan rangkaian kebijakan yang dianggap merugikan, keesokan harinya rakyat ditampar dengan kerugian aksi-aksi dijalan. Jalan kotor oleh sampah dan puntung rokok berserakan, blokade, dan pengrusakan-pengrusakan fasilitas yang dibangun dari pajak rakyat. Mengapa ini menjadi sebuah paradoks? Entah mengapa penyesalanku sebagai seorang demonstran mulai hadir.

Mungkin ada baiknya jika kutulis beberapa catatan perdebatan dalam masalah kali ini;

·         Pengesahan RUU cipta kerja yang begitu cepat, padahal krisis pandemic belum menemukan titik terang. Perdebatan terdapat pada upaya pengurangan angka pengangguran dengan penyederhanaan regulasi investasi atau memprioritaskan penanganan covid-19.

·         Adu argument baik dari netizen, mahasiswa, dosen, bahkan sampai pemerintah. Seputar kelebihan dan kerugian yang disebabkan dari RUU yang baru-baru ini disahkan.

o   Kelebihan dari UU Ciptaker ialah segala penyederhanaan kebijakan dalam mendirikan lapangan pekerjaan (pabrik, kantor,dsb) sehingga dinilai mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia.

o   Namun di sisi lain, dalam penyederhanaan tersebut terdapat berbagai penyederhanaan ada beberapa kesejahteraan dari hak-hak buruh yang dianggap disederhanakan juga.

Selain daripada kelebihan dan kekurangannya, pengesahan UU CiptaKer juga bermasalah baik procedural sampai esensial. Bisa kita lihat di acara matanajwa selengkapnya https://www.youtube.com/watch?v=DN5evsCKxVU . begitupula di ILC dengan perspektif Covid-19 https://www.youtube.com/watch?v=v4fDDPuc1PY 

Berangkat dari aksi dan diskusi yang saya ikuti, berbagai pertanyaan, penyesalan, bahkan kekesalan berkelut-kelindan dikepalaku, apalagi sepulang dari aksi yang berakhir dengan berbagai pengrusakan sampai terdapat kebakaran sebuah restoran di daerah malioboro dan masih banyak lagi.

Maaf ini hanya catatan pribadi sebagai demonstran newbie. Adapun beberapa diskursus menarik untuk mengaitkan omnibus dengan Pendidikan;

ada pertanyaan yang mungkin bisa menjadi bahan diskusi kita sebulan kedepan. apa hubungan bobroknya pendidikan kita dengan Omnibus Law?

dengan pertanyaan itu kita bisa elaborasi ke beberapa variabel;

1. apakah kondisi pendidikan indonesia bobrok? bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan saat ini?

2. apa hubungan dengn omnibus? apa yang menghubungkannya? apakah angka pengangguran yang menjadi poin krusial disahkannya uu ciptaker merupakan sebab pendidikan di indonesia? mengapa demikian?

*catatan ini ditulis ketika aksi dan selesai hari ini. lantaran sang penulis malas dan kurang tangkas dalam menulis.

@basabasi
15.18 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips-Tips Membaca Buku ala Saung Hizba

Menutup 2020; Ekspektasi, Resolusi, dan Involusi

Saung ini Akan Ditutup